Sebagaimana
kita ketahui Kufah dan Basrah adalah dua kota dengan pelopor utama munculnya
ilmu nahwu dan menjadi pedoman utama dalam kajian linguistik. Seiring
berkembangnya ilmu nahwu di daerah tersebut terdapat juga pergolakan politik
diantara kedua daerah tersebut mulai dari persaingan kekuasaan dan ilmu
pengetahuan. Kota Basrah merupakan 1 abad terlebih dahulu yang menggeluti dunia
ilmu pengetahuan, Nahwu dan filsafat sedangkan Kufah sangat masyhur dengan
pekembangan ilmu fikih, Hadits dan Qira’at.
Sehingga penduduk Kufah pun belajar ilmu Nahwu ke kota Basrah lalu
memperbaikinya bersama-sama di Kufah, sehingga pada masa dinasti Abbasyiah
penduduk Kufah sudah mulai menggeluti perkembangan ilmu Nahwu(Hamid, 2011, h.
12).
Kota Kufah merupakan tempat pusat
pemerintahan Ali bin Abi Thalib menjadi Khalifah, ia memindahkan pusat
pemerintahan dari kota Madinah menuju kota Kufah, sehingga secara otomatis
penduduk kota Kufah pun berpihak pada Ali bin Abi Thalib. Kota Basrah sangat
giat dalam ilmu Nahwu dikarenakan daerah Basrah yang berdekatan dengan
daerah-daerah penduduk Arab Badui sehingga penduduk kota Basrah akan mencari
dasar kaidah nahwu bahasa arab ke penduduk Arab Badui yang mana masih terjaga
kemurnian kebahasaanya. Sedangkan Kufah pada masa itu masih di sibukkan dengan
ilmu hadits, fikih dan qiraat dikarenakan banyak sahabat-sahabat Nabi yang
masih sesepuh tinggal di Kufah sehingga penduduk bisa bertanya langsung kepada
para Sahabat(Hamid, 2011, h. 12).
Pada masa pemerintahan Usman bin
Affan, kaum elite Arab di Kufah merasa tergeser oleh pendatang baru ditambah
lagi dengan keterpihakan penduduk terhadap Ali bin Abi Thalib yang akhirnya
memunculkan akidah atau ideologi baru yang mana mereka mempercayai bahwa Ali
dan keturunanya lah yang harus menjadi pemimpi umat yang akhirnya menjadi sebuah
akidah atau ideologi baru yaitu Syiah. Hal
tersebut yang mendasari Ali bin Abi Thalib pun memindahkan pusat pemerintahan
dari kota Madinah ke kota Kufah. Sehingga tempat ini dijadikan pusat militer
dan basis pertahanan Ali bin Abi Thalib terhadap para pembrontak. Pada masa ini
juga terjadi beberapa peperangan yang menuntut akan kematian khalifah Usman bin
Affan yaitu perang Jamal dan perang antara Ali bin Abi Thalib melawan Muawwiyah
bin Abi Shafyan yaitu perang Shiffin. Akhirnya kota Kufah menjadi saksi kematian Ali
bin Abi Thalib(Hamid, 2011, h. 13).
Sejak awal kota Kufah merupakan kota
yang banyak terdapat sahabat nabi dan yang paling terkenal ialah Ali bin Abi
Thalib dan Ibn Mas’ud. Karena disibukan dengan peperangan dan pertempuran maka
Ali bin Abi Thalib tidak sempat mengajar sedang Ibn Mas’ud pun bergelut dalam
bidang pengetahuan sehingga munculah aliran nahwu Kufah dan menjadi tandingan dari
aliran nahwu Basrah. Sejak masa pemerintahan Bani Umayyah, kota Kufah menjadi
tempat pembrontakan terhadap orang-orang yang pro syiah sehingga terbunuh lah
Husain di padang Karbala pada tahun 680 M dibawah pimpinan Muslim bin Aqil(Hamid,
2011, h. 13).
Terjadi pergolakan terhadap lawan
politik Ali yaitu Aisyah, Talhah dan Zubair yang berada di Basrah dan mendapat
dukungan penuh dari penduduk Basrah. Dan pada tahun 36 H pun kedua kota
tersebut terjadi sebuah peperangan. Ketika
kota Kufah menjadi pusat perlawanan yakni dinasti Abbasyiah sedangkan dinasti
Umayyah berada di kota Basrah yang mana berpusat di daerah Khurasan. Dan
akhirnya dinasti Abbasyiah berhasil menaklukan dinasti Umayyah dibawah pimpinan
Assaffah pada tahun 133 H/750 M. Dari sini dapat kita ketahui bahwa Dinasti
Umayyah berasal dari Basrah atau Usmaniyyah umawiyyah sedangkan Dinasti Abbasyiah berasal dari Kufah
atau Alawiyah Abbasyiah(Hamid, 2011, h. 13).
Faktor Sosial budaya dan politik
diantara kedua kota tersebut mengakibatkan sering terjadinya pertikaian
diantara keduabelah pihak. Disamping itu juga, fanatisme kedaerahan
mengakibatkan munculnya perbedaan pendapat dalam bidang ilmu pengetahuan dan
kompetisi persaingan kelompok diantara dua kota tersebut(Hamid, 2011, h. 13).
x
0 Komentar