Seketika itu ia kaget melihat kondisi sawah yang berantakan, hujan
angin semalam merusak sawah Pak Narso. Sawah tersebut berubah menjadi kolam dan
hampir menutupi semua tanaman padinya. Lubang irigasi air tertutup, hujan
semalam menggenang di satu petak sawah milik Pak Narso. Kesedihan Pak Narso
tidak terbendung lagi, ia bahkan tak berani bilang ke ibu apa yang terjadi pada
sawah hari ini. Lambat laun ibu pasti datang kesini membawa nasi dan lauk pauknya.
Pak Narso terdiam, sawah yang ia harapkan kini sudah hancur dan terancam gagal
panen. Ia pun hanya bisa melihat genangan air di sawah yang berantakan.
Tiga jam lamanya Pak Narso duduk di gubug yang agak miring
tersebut, ia pun akhirnya memutuskan untuk menjual tanah tersebut. Pak Narso
juga berencana membuat usaha kecil-kecilan dan dana setengahnya lagi untuk membiayai sekolah Ayu.
Sepeda motor yang aku kendarai melaju pesat di jalan kosong dengan
pepohonan rindang yang menemani di pinggir jalan. Tatapanku kosong, tak
memedulikan lingkungan sekitar, untung saja jalanan sepi dan tak ada kendaraan
lainnya. Iya, jalanan desa memang seperti itu, jalanan di sini sudah diperbaiki
dengan rapi. Jadi, aku bisa dengan nyaman berkendaraan. Setelah beberapa menit
aku tidak sengaja melihat daerah pesawahan yang hancur dan penuh dengan
genangan air. Aku sedikit memelankan sepeda motorku. Fokusku terlihat lagi ke
arah plang yang baru saja ditancapkan itu. “Tanah ini dijual, hubungi
081212345” aku kaget dan segera memberhentikaan sepeda motorku. Aku melihat seorang
bapak yang duduk di gubug sederhana tepat di sebelah sawah. Aku pun langsung
menghampirinya.
”Assalamualaikum, Selamat pagi, Bapak” sapaku.
“Waalaikumsalam, iya dik, Monggo pinarak riyin” jawab Bapak.
“Nggih, Pak. Saya mau bertanya, Pak. Apa benar itu tanah sawah yang
dijual punya Bapak?” tanyaku.
“Iya, benar, Dik. Ada apa ya?” balas Pak Narso.
“Kenapa dijual, Pak. Apa Bapak sudah ingin berhenti bertani lagi?”
tanyaku lagi.
“Bukan begitu, Dik. Itu tanaman padi sudah hancur, Bapak sudah
tidak punya modal lagi untuk membeli benih. Lebih baik bapak jual saja, padahal
Bapak sangat senang dengan dunia bertani, tetapi mau gimana lagi” jawab Bapak
dengan sedikit menundukan kepala.
Aku pun merasa tak tega dengan Bapak tersebut. Namun, tak banyak
yang bisa aku lakukan kecuali menyemangati Bapak tersebut. Alhasil, aku pun
terpikirkan untuk membuktikan rancanganku tersebut. Ini momen yang tepat agar aku
bisa membuktikan karyaku tersebut. Aku pun menjelaskan panjang lebar kepada Bapak
tentang alat rancanganku dan beliau pun mulai tersemangati lagi oleh ajakanku.
Beliau berharap besar bahwa ini bisa menjadi jalan terakhir untuk menyelamatkan
sawah milik pak Narso tersebut.
Aku sedikit memodifikasi peralatanku dengan memanjangkan plastik
dan menambahkan saluran air yang akan disalurkan menuju tangki air. Aku mulai
dengan menyalurkan air yang tergenang di sawah tersebut terlebih dahulu, kemudian
memilih tanaman padi yang masih bisa diselamatkan. Ibu datang membawa singkong
rebus dan kopi hangat, benar-benar sungguh nikmat.
Keesokan harinya, aku menancapkan tiang ke tengah sawah, dengan
panjang hamparan plastik yang melingkari tiang sejauh 10x10 meter. Kemudian,
aku memasang saluran air ke arah tangki tersebut. Terakhir, aku memberi saluran
listrik dari rumah warga terdekat agar alat tersebut bisa beroperasi. Waterdito
Energy pun siap untuk diuji coba, dan tinggal menunggu hujan datang.
Sudah dua hari ini, Dito menunggu hujan datang. Namun hujan tak
kunjung datang. Ia mulai putus asa, bahwa benar karyanya tak benar-benar
dibutuhkan. Alhasil, ia pun berencana untuk menggagalkan rencana tersebut. Ia
merebahkan dirinya di rerumputan dan menatap langit lekat-lekat. Ia berkata
kepada awan setengah mendung tersebut “Hujan, maukah kau tunjukkan padaku
apakah aku benar-benar seorang pecundang? Atau kau tunjukan kepadaku, kalau aku
juga bisa menunjukan dunia aku pun juga bisa melakukannya”. Ia memejamkan
matanya dan masih terbaring di rerumputan. Ia menatap gelap bersama semua
bayangan kegagalan yang ada diwajahnya, wajah pak Narso, dan semua orang yang
percaya padanya. Akhirnya dia menyatakan dirinya benar-benar gagal.
Sebuah titik kecil bertengger di pipi kirinya, ia langsung mengusap
dengan tangan kanannya. Sebuah tetesan air, tetesan tersebut datang berangsur-angsur
semakin deras. Hujan datang, aku pun langsung bangkit dan menyaksikan alat
rancanganku. Alat pendeteksi hujan otomatis berhasil, plastik yang melindungi
tiang perlahan mulai mekar dan menutupi satu petak sawah milik Pak Narso. Ah,
aku senang sekali! Aku membiarkan diriku diguyur hujan, ku tengadahkan kepalaku
ke atas, membiarkan hujan melabuhkan tetesan airnya di wajahku. Dengan hujan,
aku bisa sebahagia ini dan tak ada yang tahu aku sedang menangis dalam tipuan
hujan, sebahagia itu yang aku rasakan. Alat rancanganku benar-benar berhasil
dan berpengaruh besar dengan pertanian Pak Narso. Ia mengurungkan niat untuk
menjualnya dan akan merawat padi yang tersisa.
Satu bulan kemudian, padi Pak Narso dapat dipanen dengan kualitas
yang sangat baik. Di kala banyak petani yang gagal panen. Namun, sawah Pak
Narso bisa dipanen dengan baik. Akhirnya, banyak petani yang mencari Dito atas
temuannya tersebut. Semakin hari, namanya dielukan oleh para petani di Desa
Donomulyo. Sampai pada akhirnya, ia dijadwalkan untuk bertemu dengan Bapak
Kementrian Pertanian Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk memberi apresiasi
kepada Dito yang telah menyelamatkan banyak petani di Indonesia.
Kawan, musim tak selalu berada dalam konotasi positif. Semua hal
negatif bisa terjadi kepada siapa saja. Keputusasaanku dan Pak Narso mungkin
banyak dialami banyak orang. Tidak hanya orang kota, orang desa pun sama. Musim
putus asa bisa melahap semua kasta. Namun, apa jadinya jika keputusasaan itu
melebur menjadi satu dengan keputusasaan lainnya. Lihatlah, sebuah karya baru
datang dan memunculkan sejuta manfaat bagi banyak orang. Jangan terjerembab
dengan musim putus asa, bangkitlah dan temukan jalan lainnya. Jika buntu, maka
teruslah mencari hingga kau benar-benar menemukan jalan keluar yang kau cari.
Musim putus asaku buruk sekali. Namun, terkadang dari suatu hal buruklah hal
yang luar biasa juga bisa terjadi.
x
[1]
“Waalaikumsalam, iya, Dik. Mari silahkan mampir” jawab Bapak.
0 Komentar