tokopedia.com
|
Identitas Buku
Judul Buku : Bilangan FuKarya : Ayu Utami
ISBN : 978-979-91-0122-8
Tahun Terbit : 2008
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Penulis : Ayu Utami
Genre : Fiksi
Tebal : 536 halaman (paperback)
Resensi Buku
Novel Bilangan Fu karya Ayu Utami ini memang sangat menarik untuk ditelaah baik dalam bidang linguistik maupun sastra. Saya telah membaca buku ini pada tahun 2016 silam. Ketika melihat sampul novel ini saya langsung tertarik dengan apa yang ada didalam novel tersebut. Terbesit pertanyaan mengapa Ayu Utami memilih simbol tersebut sebagai sampul dalam novel Bilangan Fu. Sebuah bola dengan kombinasi warna biru dan putih dengan titik hitam ditengah bola tersebut. Orang-orang Turki menyebutnya sebagai Nazar Buncugu (huruf c dengan huruf latin Turki) atau juga evileyes. Simbol yang diyakini oleh sebagian orang Turki sebagai penolak kesialan atau pembawa keberuntungan. Tak jarang kita akan menemukan simbol ini dalam asesoris-asesoris khas Turki seperti tempelan di dinding, kendaraan atau bahkan gantungan kunci. Lalu mengapa Ayu Utami menjadikan bola tersebut dalam sampul novelnya? Apa kaitannya dengan isi novel yang ia angkat kali ini, itu lah yang menjadi titik awal saya tertarik untuk membaca novel ini.
Aneka pernak pernik Nazar Buncugu
|
Novel ini mengisahkan tentang kehidupan laki-laki bernama Yuda bersama kekasihnya Marja hingga pada akhirnya bertemu dengan Parang Jati. Yuda adalah seorang pemanjat tebing bersama teman-temannya. Ia juga sangat senang mengoleksi barang-barang aneh atau pun hasil taruhan seperti jari kelingking temannya yang ia temukan pada saat terjadi insiden jatuhnya pemanjat dari tebing. Hobi memanjat tebing itu membuatnya dipertemukan dengan Parang Jati di rumah sahabatnya. Kedua tokoh ini memiliki karakteristik yang berbeda. Yuda adalah orang yang memiliki pola fikir yang modern dan sangat membenci tontonan televisi sedangkan Parang Jati adalah orang yang lebih konvensional dan mempercayai kisah-kisah leluhur, budaya dan kearifan lokal. Parang Jati juga memiliki kecintaan yang tinggi terhadap alam. Maka dari itu terjadilah perseteruan di antara kedua tokoh tersebut.
Yuda yang biasa
memanjat tebing dengan segala alat perlengkapannya membuat Parang Jati tidak
bisa menerima hal tersebut. Parang Jati lebih menyukai memanjat tebing yang
suci yaitu tanpa ada peralatan yang pada akhirnya akan merusak alam. Semenjak
itu Yuda dan Parang Jati pun semakin dekat, Yuda pun mengalami pergolakan dalam
hatinya atas apa yang selama ini ia tidak percaya. Sampai pada akhirnya ia
dipertemukan dengan banyak hal-hal aneh selama petualangannya dalam memanjat
tebing. Tercetuslah Bilangan Fu atau bilangan
angka dalam tanah jawi. Mereka menyebutnya “hu” sebutan untuk urutan
angka ke 13 yang diyakini oleh sebagian masyarakat sebagai angka pembawa
kesialan. Bilangan ini disimbolkan dengan bentuk seperti obat nyamuk. Pada
akhirnya semua peristiwa yang dialami Yuda dalam novel tersebut membuat ia
tersadar akan suatu hal yang harus diapresiasi terhadap kehidupan sosial atau
pun kepercayaan monotheisme yang ada disekitarnya.
Bagi saya novel
Bilangan Fu ini ditulis oleh seorang sastrawan yang sangat berani dan tak
banyak dilakukan oleh sastrawan lainnya di Indonesia. Beberapa peristiwa atau
cerita yang terdapat dalam novel tersebut Ayu Utami jelaskan dengan begitu
rinci sehingga kita dapat membayangkan tokoh-tokoh dalam novel tersebut secara
imajinatif. Dengan penulisan novel yang mencapai 4 tahun lamanya, tentulah Ayu
Utami telah menyiapkan novel ini dengan sematang mungkin hingga mampu diminati
oleh para pembaca. Hal yang menarik adalah bahwa novel Bilangan Fu ini sangat
khas dengan folklore Indonesia mulai dari kisah-kisah Nyi Roro Kidul,
sesajen-sesajen, takhayyul dan beberapa kepercayaan lain yang dipercayai
masyarakat setempat.
Penjabaran cerita
dalam novel ini sangat jelas dan bermakna. Walaupun dengan bahasa yang berat
namun esensi nilai sastra khas Ayu Utami masih bisa kita rasakan dalam novel
tersebut. Kisah yang diangkat oleh Ayu Utami dalam novel ini menggunakan kisah Babad
Tanah Jawi dan kerajaan-kerajaan terdahulu yang diperjelas dengan gambar-gambar
karikatur tokoh dibeberapa bagian sehingga memudahkan pembaca untuk menvisualisasikan
imajinasi Ayu Utami dalam novel tersebut. Cara Ayu Utami mengisahkannya pun
mengalir dan tidak bertele-tele, kejadian satu dengan lainnya saling berhubungan.
Meskipun ada beberapa bagian novel yang menjadi rahasia atau misteri, pada
akhirnya akan terungkap di bagian lainnya. Tema yang diambil juga cukup menarik yaitu spritual kritis
dengan menjabarkan keyakinan-keyakinan monotheisme dan menghubungkannya dengan
kisah-kisah misteri yang biasa terjadi di masyarakat desa.
Sebagaimana kita
tahu Ayu Utami membuat Novel ini 4 tahun lamanya, sehingga wajar saja
menghasilkan novel yang mecapai ratusan
halaman. Dengan ketebalan buku tersebut membuat kita harus bersabar membacanya
agar dapat memahami makna dari tiap paragraf. Menurut saya novel berat dengan
ketebalan buku tersebut akan menghabiskan waktu yang lama untuk menyelesaikan
membacanya karena harus benar-benar memahami makna tiap cerita. Memang Ayu
Utami tidak mengkategorikan novelnya sebagai novel komersial hingga mampu laris
manis di pasaran tetapi Ayu membuat novel dengan pemikiran-pemikiran kritisnya
sehingga bukunya sangat diminati oleh pembaca yang memiliki minat dengan genre
yang sama. Sebagian lainnya mungkin tidak terlalu berminat dengan novel
tersebut karena beberapa pemikiran-pemikiran Ayu Utami yang dituangkan dalam
Novel tersebut bertolak belakang dengan beberapa pemikiran pembaca.
Demikianlah ulasan
saya mengenai novel Bilangan Fu karya Ayu Utami ini. Bagi teman-teman yang
menyukai novel dengan kategori sastra berat dan sarat makna. Novel Bilangan Fu
ini bisa menjadi bahan bacaan yang tepat.
Novel ini sangat khas dengan nuansa monotheisme dan beberapa kisah folklore
seperti Nyi Roro Kidul dan tokoh-tokoh lainnya. Namun harap bersabar ya karena
novel ini lumayan tebal untuk dibaca dan ketika membacanya butuh pemahaman
ekstra agar dapat memahami makna dalam tiap cerita. Semoga bermanfaat.
0 Komentar